Tidak berasa sudah di penghujung tahun 2023. Saya ingin menutup tahun ini dengan memiliki sikap optimis walaupun di tahun ini, saya tidak selalu merasakan optimisme tersebut :). Tapi mungkin, sebagaimana hal yang saya pelajari dari salah seorang sahabat, optimis membantu kita mampu memberikan manfaat (tanpa merasa dimanfaatkan) dan tanpa menjadi -istilah sekarang-positif yang toksik.
Salah satu highlight saya tahun ini adalah mengenai pekerjaan. Ada suatu kejadian terkait pekerjaan yang cukup membuat saya demotivasi. Kejadian ini membuat saya mempertanyakan diri sendiri seperti apakah saya adalah seorang yang haus jabatan atau saya orang yang tidak bisa memanajemen resiko atau terburu buru dalam pengambilan keputusan atau penakut dan tidak bisa mengendalikan emosi. Nah, setelah kejadian ini, ada rentetan kejadian lain soal pekerjaan yang mempengaruhi reaksi saya terhadap lingkungan kerja.
Jika saya pikir kembali, mungkin masalahnya adalah ekspektasi. Saat saya berpikir apa yang bisa saya lakukan untuk mengatasi masalah, saya jadi sadar bahwa saya memiliki keterbatasan pilihan dan ini membuat saya frustasi. Less choice made me felt powerless and powerless made people feel awful. Ketidaksesuaian kenyataan dan ekpketasi diikuti ketidakberanian mengambil tindakan ekstrim, akhirnya mempengaruhi motivasi dan kinerja saya. My view regarding this happenstance change flip flopping along with my mood. Sometimes I was grateful but other times I just feels awful.
Hal lain yang membuat saya cukup frustasi ialah kesehatan orang tua saya, terutama ibu saya. Dengan usia yang tidak muda, orang tua saya sudah di atas 75 tahun, tentu kesehatan beliau tidak se sehat waktu muda dulu, tapi saya selalu punya pikiran bahwa orang tua saya akan selalu ada menguatkan saya, when it role was reversed I didn’t know how to deal with that. Saat penglihatan ibu saya bermasalah dan tidak ada yang bisa saya lakukan untuk mencegahnya, saya tidak tahu harus bagaimana. Kesehatan ibu saya sangat mempengaruhi seluruh anggota keluarga di rumah. I also felt pressured by the a time limit that imposed directly or indirectly by other or maybe circumstances to check another life goal such as pursue another postgraduate degree, marriage and breeding. That led me to skip meal, easily frustrated and in my head there was this thought that said it was futile to think everything will be better as the time goes on.
However, at the second half of this year, many good thing come too. After my mother left eye cataract surgery that kind of chaotic in 2022, in the beginning of 2024 my mother undergo another cataract surgery, the right eye. And there was significant improvement that lift my mother spirit. And this kind of affecting me.
I also learnt from a friend of mine who just being made me reflect about my ungrateful complaint and daily frustration. Teman saya ini, yang selalu memberikan terbaik versi dia dalam kegiatan apapun, tidak menuntut apresiasi, dan bahkan dalam kondisi fisik yang tidak terlalu ideal selalu bersyukur bahwa dia masih bisa bermanfaat untuk orang lain, yang selalu membuat saya tertampar.
When I think about life in general, life is about overcoming obstacle after obstacle. Experience after experience. If we were not privileged enough, it meant experienced one bad experience after bad experience. But, it was the islamic faith and saying that gave me some peace of mind. Saya seneng bacain nasihat di bawah ini, yang saya tangkap dari platform Quora. And I believe every obstacle we encountered in life was a hidden lesson that helping us to become a better person. I hope so.