Perempuan dan Kepemimpinan

Perempuan itu berkulit gelap, keriput, jalannya pun sudah bungkuk. Saya ingat adegan saat dengan mata berkabutnya dia memandang saya. Saya pikir dia akan menangis, tapi dia hanya merentangkan tangannya, memeluk saya. Dan saat itulah saya sadar selamanyalah dia akan menjadi inspirator dan motivator saya. Perempuan yang menghabiskan hampir separuh hidupnya dan menua dengan membimbing saya, mengarahkan saya menjadi pemimpin setidaknya bagi diri saya sendiri. Ibu saya.

Dalam masyarakat kita yang cenderung patriakal, kepemimpinan jarang diasosiasikan dengan perempuan. Paradigma gender seringkali membatasi hak-hak perempuan dan menempatkannya sebagai subordinate laki-laki. Pola pikir yang sama membuat masyarakat lupa kualitas perempuan sebagai pemimpin. Bukankah perempuanlah yang dengan lapang dada menerima kepemimpinan bukanlah tentang posisi dalam suatu hirarki kekuasaan? Bukankah dari perempuan kita bisa melihat contoh nyata dari tafsiran kepemimpinan dalam teori ” A leader is one who knows the way, goes the way, and shows the way“? Gender yang juga seringkali membuat kita lupa bahwa perempuan dan laki-laki merupakan manusia yang mengemban amanah kekhalifahan di muka bumi yang sama, terlepas manusia ini ialah keturunan Hawa yang berasal dari tulang rusuk Adam. Sudut pandang lah yang membuat peran perempuan sebagai pemimpin menjadi termarginalkan, padahal tak bisa disangkal keterlibatan seorang perempuan dalam mengenalkan nilai kepemimpinan untuk pertama kali.  Semisal, dalam komunitas terkecil rumah tangga, bukankah perempuan harus memiliki nilai nilai kepemimpinan untuk dijadikan contoh bagi anak-anaknya? Anak- anak yang akan menjadi pemimpin masa depan. Seorang ibu pun harus mampu menjadi seseorang yang mengadopsi nilai kepemimpinan: mampu memberi inspirasi, mengarahkan, dan memberi solusi sebagai nilai yang akan dijadikan replika oleh anak-anaknya. Karena, walaupun masa bergnti siklus hidup manusia tetap sama, menetapkan perempuan yang akan mempengaruhi generasi selanjutnya.

Pemimpin masa depan ialah seseorang yang memandang kepemimpinan terlepas dari fenomena gender. Pemimpin masa depan ialah seorang yang mampu memandang kualitas manusia dan mengarahkannya tanpa perlu terintimadasi oleh gender. Kepemimpinan bukan tentang jenis kelamin, karena pada dasarnya semua manusia laki laki atau perempuan punya bakat menjadi pemimpin. Kompetisi, kompetensi, dan sudut pandang yang menyebabkan kepemimpinan memiliki strata.

catatan: artikel ini merupakan bentuk partisipasi dalam USBI youth leader blogging competition

Author: mela

Me is a mess of unfinished thought

Leave a comment